Selasa, 26 Maret 2019

Hukum Asuransi


Asuransi merupakan hal yang baru, asuransi baru didefinisikan pada kurun abad ke-14 miladiah di italia dengan bentuk asuransi al-bahry (asuransi laut)
Asuransi terbagi dua yaitu: asuransi ta’awunidan asuransi
1.      Asuransi ta’awuni
أما التأمين التعاوني: فهو أن يتفق عدة أشخاص على أن يدفع كل منهم اشتراكاً معيناً، لتعويض الأضرار التي قد تصيب أحدهم إذا تحقق خطر معين. وهو قليل التطبيق في الحياة العملية.
Asuraransi ta’awuni : kesepakatan beberapa orang untuk setiapnya memberikan barang dengan kesepakatan Syirkah Mu’aiyanah, tujuannya untuk membantu mengurangi kemudharatan yang menimpa salah satu dari mereka, sesuai dengan kerugian yang telah disetujui, dan asuransi ini sangat sedikit dipraktekkan dalam kehidupan sekarang.
2.      Asuransi biqisth tsabit
وأما التأمين بقسط ثابت: فهو أن يلتزم المؤمَّن له بدفع قسط محدد إلى المؤمِّن: وهو شركة التأمين المكونة من أفراد المساهمين، يتعهد ( أي المؤمن ) بمقتضاه دفع أداء معين عند تحقق خطر معين. وهو النوع السائد الآن. ويدفع العوض إما إلى مستفيد معين أو إلى شخص المؤمن أو إلى ورثته، فهو عقد معاوضة ملزم للطرفين.
Asuransi biqisth tsabit: kewajiban bagi Mu’amman lah (nasabah) untuk memberikan bagian yang telah ditentukan kepada mu’ammin (pihak perusahaan asuransi). Asuransi ini adalah asuransi yang lahir dari cabang perusahaan. Mu’ammin menjamin dengan sesuai kesepakatan untuk memberikan ganti rugi terhadap kerugian yang telah ditentukan.  Dan asuransi seperti inilah yang sering dipraktekkan dalam kehidupan sekarang. Pihak asuransi akan memberikan ganti rugi kepada orang yang telah membayar asuransi, kepada orang yang telah dijamin dan kepada ahli warisnya. Dan asuransi ini adalah akad saling memberi yang diwajibkan terhadap dua pihak.
Perbedaan diantara dua macam asuransi ini adalah sesungguhnya kepengurusan (perusahaan perseroan) asuransi ta’awuni bukan pihak yang terasing dari muamman lah (nasabah). Dan anggotanya tidak berusaha untuk mengambil laba dari asuransi tersebut akan tetapi tujuan mereka adalah berusaha untuk meringankan beban yang menimpa sebagian anggota mereka.  Adapun asuransi biqisth tsabit pihak pemberi jaminan berusaha untuk mengumpulkan laba yang telah pasti dari banyaknya jumlah nasabah. Dan keadaan nasabah tidak memperoleh apapun pada situasi tertentu maka tidak dapat menafikan asuransi ini termasuk kedalam transaksi muawadhah karena kebiasaan akad ihtimaly adalah salah satu yang bertransaksi kadang kadang tidak mendapat hasilnya.
 Dan dihukumi boleh juga asuransi ilzamiy, seperti asuransi diwajibkan bagi kendaraan untuk diberikan ketika terjadi kecelakaan. Dan dihukumi boleh juga asuransi al-ijtima’i,yaitu asuransi yang diberikan bagi yang lemah, tua, sakit dan pensiun.

Adapun hukum asuransi biqisth tsabit dalam fatawa Ibnu Abidi; Ibnu Abidin berfatwa tentang haramnya asuransi laut, untuk membayar barang yang telah binasa berupa barang-barang yang di bawa masuk melalui laut dengan menggunakan kapal. Maka bagi pedagang tidak boleh mengambil asuransi kerusakan dari harta muammi karena tiga sebab:
1.      Karena pada aqad ini ada upaya untuk mewajibkan sesuatu yang tidak wajib. Karena disini tidak ada sebab syar’i yang empat: yaitu
a.       Permusuhan berupa pembunuhan, penghancuran, kebakaran, dan lainnya.
b.      Dan tidak ada sebab upaya penghilangan seperti menggali sumur yang tidak ada rukhsah pada jalan umum.
c.       Tindakan kriminal seperti perampasan dan pencurian
d.      Harta pada kekuasaan penjual
e.       Tanggungan
2.      Asuransi ini tidak masuk kedalam tanggungan titipan yang mana bisa diambil ganti rugi jika rusak atau hilang. Karena hartanya tidak pada tangan si muammin akan tetapi hartanya pada pemilik kapal. Dan seandainya pemilik kapal termasuk muammin maka pemilik kapal tersebut adalan pemberi sewa yang bersyarikat bukan orang yang menerima titipan, dan tiap penerima titipan dan yang memberi jasa sewa yang bersyarikat tidak membayar barang selama tidak mungkin menjaganya, seperti meninggal, tenggelam dan terbakar yang biasa.
3.      Asuransi ini tidak termasuk kedalam tanggungan taghrir karena orang yang menipu harus mengetahui bahayanya.  Dan orang yang ditipu tidak tahu dengan bahaya tersebut. Dan si muammin tidak bermaksud untuk menipu si pedagang dan tidak mengetahui dengan kejadian bahaya seperti tenggelam. Dan dia tidak mengetahui apakah kapal akan tenggelam atau tidak. Adapun jika si muammin dan pedagang tahu dengan bahayanya, seperti bahaya dari pencurian dan pembajakan dijalan, maka boleh dhaman (bayar), akan tetapi asuransi tidak sesuai dengan dhaman tersebut.. jika seseorang berkata bagi yang lain: tempuhlah jalan ini jika ada yang ditakuti atau yang mengambil hartamu maka aku sebagai tanggungannya, maka hal ini boleh di bayar.
Dan Ibnu ‘Abidin menyatakan bahwa sesungguhnya jika berlaku akad asuransi fasid di negeri kafir antara---------------------

Dan tidak boleh menggolongkan asuransi kedalam syirkah mudharabah (yang mana harta ditanggung dari satu pihak dan pihak lain yang berkerja),  karena dua sebab:
1.      Karena harta yang disetor oleh nasabah  termasuk kedalam syirkah kepemilikan dengan penanggung. Dengan demikian maka penanggung berhak menggunakan harta tersebut untuk usaha apa saja. Dan hal ini akan merugikan nasabah jika tidak beruntung.
2.      Karena syarat sah mudharabah adalah bahwa keuntungan harus dibagi antara pemilik modal dan pengelola dengan kadar yang sesuai keuntungan seperti ¼ atau 1/3 sedangkan pada asuransi disyaratkan kepada nasabah kadar yang telah ditentukan dari laba seperti 3 persen atau 4 persen. Maka jika seperti ini mudharabah maka tidak sah. --------\
Dan tidak sah menggolongkan asuransi kedalam dhaman atau kafalah karena asuransi tidak termasuk kedalam sebab dhaman yang empat yang telah lalu. Begitu juga kebanyakan pemahaman bahwa akad asuransi yang mana tidak ditemukan peluang untuk dikategorikan kedalam  kafalah dan walaupun bisa ditemukan makfulnya ( seperti asuransi kendaraan jaman sekarang) akan tetapi makfulnya tidak diketahui.
Pada hakikatnya akat asuransi ini termasuk kedalam akat ghuruf yaitu akat yang tidak jelas dan diragukan diantara ada dan tidak adanya ma’qud alaih dan sesungguhnya rasulullah telah melarang dari pada jual beli ghurur. Kemudian diqiaskan kepadanya seluruh aqad Muawadhah maliah maka ghurur dapat mempengaruhinya sebagaimana ghurur mempengaruhi aqad jual beli. Dan aqad asuransi termasuk kedalam aqad muawadhah malia. Maka ghurur mempengaruhinya juga sebagaimana ghurur mempenguruhi aqad muawadhah maliah yang lain. Dan penulis undang-undang telah memasukkannya kedalam aqad ghurur. Karena asuransi adalah kejadian yang akan datang yang tidak tentu kepastian kejadiannya. Dan asuransi termasuk unsur yang tidak terlepas dari aqad asuransi ini.
Unsur ghurur sangat banyak terdapat dalam asuransi ini, tidak sedikit, bahkan tidak pertengahan karena rukun asuransi adalah “membahayakan” dan bahaya tersebut adalah hal yang tidak pasti dan tidak tergantung terhadap kehendak pengaqad.
 Dan adapun hajat yang karenanya membolehkan akad yang mengandung ghurur sekalipun ghurur tersebut banyak. Dan hajat adalah:
أن يصل المرء إلى حالة بحيث لو لم يتناول الممنوع يكون في جهد ومشقة، ولكنه لا يهلك
Sampai seseorang pada keadaan yang seandainya jika tidak melakukan yang dilarang maka orang tersebut berada dalam kesusahan dan kesulitan akan tetapi tidak sampai pada tahap binasa.
Dan hajat yang membolehkan untuk melakukan yang dilarang adalah hajat yang umum atau hajat yang khusus pada satu golongan atau hajad yang telah tertentu.
Adapun hajat yang umum adalah kebutuhan yang memang dibutuhkan oleh seluruh manusia. Hajad khas adalah kebutuhan yang khusus pada satu kelompok dari manusia seperti masyarakat desa atau kelompok tukang.
Dan pengertian hajat mu’aiyinah adalah menempuh seluruh cara yang disyari’atkan untuk mencapai maksud tersebut selain dari aqad yang terdapat gharar didalamnya.
Nah, seandainya kita setuju jika dalam asuransi terdapat hajat yang dibutuhkan oleh seluruh manusia akan tetapi untuk mencapai kebutuhan itu tidak mesti dengan asuransi tersebut (biqist tsabit) karena kemudharatan tersebut dapat dihilangkan dengan menggunakan asuransi ta’awuni atas dasar tabarru’ (sukarela)--------
Pembagian asuransi dari segi bentuknya:
1.      Asuransi ta’awuni:
وهوأن يشترك مجموعة من الأشخاص بدفع مبلغ معين، ثم يؤدى من الاشتراكات تعويض لمن يصيبه ضرر.
2.      Asuransi at-tajary atau bi qisthist tsabit
وهو المراد عادة عند إطلاق كلمة التأمين، وفيه يلتزم المستأمن بدفع قسط معين إلى شركة التأمين القائمة على المساهمة، على أن يتحمل المؤمِّن (الشركة) تعويض الضرر الذي يصيب المؤمَّن له أو المستأمن. فإن لم يقع الحادث فَقَد المستأمن حقه في الأقساط، وصارت حقاً للمؤمِّن.
Pembagian asuransi dari segi objek tujuannya
1.      Asuransi dharar
هو يتناول المخاطر التي تؤثر في ذمة المؤمَّن له، لتعويضه عن الخسارة التي تلحقهوهذا يشمل:التأمين منالمسؤولية: وهو ضمان المؤمَّن له ضد مسؤوليته عن الغير الذي أصيب بضرر، مثل حوادث السير، والعمل.والتأمين على الأشياء: وهو تعويض المؤمَّن له عن الخسارة التي تلحقه في ماله، بسبب السرقة أو الحريق أو الفيضان، أو الآفات الزراعية ونحو ذلك.



2.      Asuransi syakhash
وهو يشمل:التأمين على الحياة: وهو أن يلتزم المؤمّن بدفع مبلغ لشخص المستأمن أو للورثة عند الوفاة، أو الشيخوخة، أو المرض أو العاهة، بحسب مقدار الإصابة. والتأمين من الحوادث الجسمانية: وهو أن يلتزم المؤمّن بدفع مبلغ معين إلى المؤمن له في حالة إصابته أثناء المدة المؤمن فيها بحادث جسماني، أو إلى مستفيد آخر إذا مات المستأمن.
Asuransi ditinjau dari segi umum dan khusus
1.      Asuransi khusus
هوخاص بشخص المستأمن من خطر معين
2.      Asuransi umum
يشمل مجموعة من الأفراد يعتمدون على كسب عملهم، من أخطار معينة، كالمرض والشيخوخة والبطالة والعجز، وهذا في الغالب يكون إجبارياً، ومنه التأمينات الاجتماعية، والصحية والتقاعدية.


Dan tidak diragukan lagi tengtang kebolehan asuransi ta’awuni menurut ulama fuqaha modern karen didalamnya ada aqad tabarru’ dan termasuk kedalam golongan tolong menolong yang dianjurkan oleh syara’  dan kerena tiap anggota memberikan sesuatu kepada kawannya untuk meringankan beban kemudharatan yang menimpanya. Kemudharatan disini adalah kemudharatan apapun, baik untuk asuransi jiwa, asuransi catat anggota, asuransi untuk harta benda karena kebakaran atau pencurian atau hewan mati,  asuransi jasa  berupa kecelakaan dalam perjalanan dan kecelakaan kerja, dan asuransi seperti ini dibolehkan karena tidak ada tujuan untuk mengeruk keuntungan.


Tidak ada komentar: