Selasa, 26 Maret 2019

Hukum Wanita Berhaid Menetap dalam Mesjid



Mesjid merupakan 
tempat yang mulia, menetap di mesjid 
saja tanpa melakukan ibadah lain sudah menjadi satu ibadah bila di sertai dengan niat i`tikaf. Selain itu masjid juga memiliki hukum khusus termasuk berkenanan dengan orang berjanabah dan wanita berhaid. Pemahaman yang telah ma’ruf adalah wanita berhaid di larang menetap di dalam mesjid. Namun akhir-akhir ini muncul pemahaman bahwa wanita berhaid boleh menetap di dalam mesjid asalkan menggunakan pembalut sehingga tidak di takutkan akan mengotori masjid.
Pertanyaan:
Bagaimanakah hukumnya bagi wanita berhaid yang memakai pembalut menetap dalam mesjid?
Jawaban:
Rincian hukum wanita berhaid masuk mesjid sebagai berikut:
  1. Bila masuk sedekar lalu tanpa menetap di dalamnya maka :
    1. Bila ditakutkan dapat mengotori mesjid maka haram memasukinya
    2. Bila tidak ditakutkan dapat mengotori mesjid,maka dibolehkan. Namun hukumnya makruh.
  2. Adapun hukum menetap dalam mesjid, maka haram secara mutlaq, baik ditakutkan mengotori mesjid atau tidak.
Maka kesimpulannya menetap di mesjid bagi wanita berhaid yang memakai pembalut tetap di haramkan.

Penjabaran:
Mesjid adalah rumah Allah yang memiliki hukum khusus, salah satunya adalah dilarang menetap di dalamnya bagi orang yang berhadas besar baik karena janabah atau haid. Alasan keharaman menetap ini bukanlah karena di takutkan mengotori mesjid sehingga akan timbul pertanyaan bagaimana bila wanita berhaid memakai pembalut apakah boleh menetap di mesjid?
Hal lain yang mendukung kesimpulan ini adalah orang yang berjunub yang lebih ringan dari haid juga di larang menetap di dalam mesjid padahal padanya tidak ada hal yang memang di takutkan akan mengotori mesjid.

Larangan menetap dalam mesjid berdasarkan firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 43:
يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُوالَاتَقْرَبُواالصَّلَاةَوَأَنْتُمْسُكَارَىحَتَّىتَعْلَمُوامَاتَقُولُونَوَلَاجُنُبًاإِلَّاعَابِرِيسَبِيلٍحَتَّىتَغْتَسِلُوا
Artinya; Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan,dan jangan (pula menghampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi…. (Q.S. an-Nisa 43)
Kalimat إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا(terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi) secara implisit mengandung makna tempat, terbukti dengan adanya redaksi “عَابِرِي سَبِيلٍ”. Sehingga kalimat ini menjadi petunjuk yang menunjukkan bahwa ayat diatas juga dimaksudkan kepada tempat shalat, yaitu masjid.
Wanita berhaid haram menetap dalam mesjid karena mesjid adalah sarana tempat shalat, sedangkan wanita berhaid tidak boleh melaksanakan shalat, kecuali hanya sekedar melintasi maka hukumnya tidak haram apabila tidak akan mengotori mesjid dengan darah, akan tetapi tetap dimakruhkanjika tidak ada keperluan. Sedangkan bila dikhawatirkan dapat mengotori mesjid maka hukumnya haram. Hukum haram tidak hanya berlaku bagi wanita yang sedang haidh, tetapi juga berlaku bagi orang-orang yang tubuhnya bernajis, seperti orang yang menderita salsul baul (Urinary incontinence), wanita istihazah dan orang-orang yang pada sandalnya terdapat najis yang basah, namun bila ia berencana memasuki mesjid, maka harus menghilangkan najis terlebih dahulu di sandalnya. Ini berdasarkan pendapat Ulama syafi’iyah. Sedangkan menurut Ulama Hanbali, wanita berhaid dibolehkan menetap dalam mesjid sesudah habis masa haidnya, namun disyaratkan harus dalam keadaan berwuduk. Namun mayoritas para ulama mengatakan wudhuk sama sekali tidak memberi pengaruh kepada wanita haid untuk bisa menetap di dalam masjid (hukumnya tetap haram).
Abu Mu’adz memberikan komentar tentang hukum wanita berhaid menetap dalam masjid bahwa para imam mazhab telah sepakat menetapkan hukum haram menetap dalam mesjid bagi wanita yang berhaid. Dan khilaf pendapat yang terjadi di kalangan ulama adalah pada penetapan hukum lewat dalam mesjid saja, tanpa menetap dalam mesjid. Adapun pendapat di bolehkan bagi wanita berhaid dan orang berjunub untuk menetap dalam masjid hanya di keluarkan oleh sebagian kecil ulama, pendapat ini juga tidak di terima oleh ulama-ulama setelahnya bahkan para ulama menjawab pendapat tersebut dan menganggapnya sebagai pendapat yang lemah. Dan pada masa sekarang ini, diangkat ke permukaan setelah pendapat tersebut lenyap.

Referensi:
Syamsuddin Muhammad bin Muhammad Khatib Al-Syirbini, Mughni Muhtaj, Jld.I. (Kairo: Darul Hadis). h.274-275.
(ويحرمبه ) أيبالحيض ( ماحرمبالجنابة ) منصلاةوغيرهالأنهأغلظويدلعلىأنهأغلظمنهاأنهيحرمبهمايحرمبها (و ) أشياءأخرأحدها ( عبورالمسجدإنخافتلويثه ) صيانةللمسجدعنالنجاسةفإنأمنتهجازلهاالعبوركالجنبلكنمعالكراهةكمافيالمجموعولاخصوصيةللحائضبهذابلكلمنبهنجاسةيخافتلويثالمسجدمنهامثلهاكمنبهسلسالبولواستحاضةومنبنعلهنجاسةرطبة
Artinya: “ Dan haram dengan sebab haid apa saja yang diharamkan dengan sebab janabah, seperti shalat dan sebagainya. Alasannya adalah karna haid lebih berat dari janabah. Dalil yang menunjukkan bahwa haid lebih berat dari janabah adalah hukum yang menyebutkan bahwa haram dengan sebab haid apa saja yang haram dilakukan dengan sebab janabah. Dan (haram pula) perkara-perkara yang lain, salah satunya ; berlalu (‘ubur) dalam mesjid jika takut dapat mengotori masjid (‘ubur: masuk dari satu pintu dan langsung keluar dari pintu yang lain) karena untuk memelihara masjid dari najis. Maka jika tidak ditakutkan mengotori masjid, dibolehlah berlalu, sama seperti orang yang berjunub. Namun hukumnya makruh, sebagaimana yang terdapat dalam kitab Majmu’. Hal ini (hukum ‘ubur dalam mesjid) tidak hanya khusus pada wanita yang berhaid, tetapi juga brlaku pada setiap orang yang padanya terdapat najis yang dapat mengotori masjid, seperti orang yang mengalami salsul baul, istihadhah, dan orang yang pada sandalnya terdapat najis yang basah.

Al-Bakri bin Muhammad Syaththa, I’ānat al-Thālibῑn, Jld I, (Semarang: Haramain, 2007), h. 69-70.
ويحرمبنحوالحيضأيضاالعبورفيالمسجدإنخافتتلويثه،فإنأمنتهجازلهاالعبوركالجنب،معالكراهة.
Artinya: Dan haram pula dengan sebab seumpama haidh yaitu ‘ubur dalam mesjid jika takut dapat mengotori masjid. Maka jika tidak takut akan mengotori masjid, bolehlah ‘ubur, seperti orang yang berjunub. Namun hukumnya makruh. 

Muhammad Nawawi bin Umar Al-Jawi,Kasyifah Al-Saja fi Syarah safinah Al-Naja,Jld.I.( Maktabah Syamilah). Hal. 71
(و) تاسعها: (المرور) أيمجردالعبور (فيالمسجد) لغلظحدثهاوبهذافارقتالجنبحيثلميحرمفيحقهمجردالعبور (إنخافتتلويثه) بالثاءالمثلثةأيتلطيخهبالدمصيانةللمسجدفإنأمنتهكانلهاالعبورلكنمعالكراهةعندانتفاءحاجةعبورهابخلافالجنبفإنالعبورفيحقهبلاحاجةخلافالأولى،فإنكانلهاغرضصحيحكقربطريقفلاكراهةولاخلافالأولى
Artinya: “ (Dan) yang ke sembilan; (lewat) sekedar lalu(dalam masjid), karena berat hadatsnya haidh. Dan karena ini, berbedalah dengan orang junub, sekira–kira tidak haram baginya semata-mata berlalu, (jika ditakutkan akan mengotori masjid) mengotori dengan darah, karena untuk memelihara masjid. Maka jika yakin tidak akan mengotori masjid, maka boleh bagi wanita untuk ‘ubur dalam masjid, tapi hukumnya makruh bila tidak ada keperluan. Berbeda dengan orang junub, bagi orang junub ‘ubur dalam masjid tanpa hajat hukumnya khilaf aula, sementara jika terdapat hajat yang shahih, seperti menjadikan ‘ubur dalam mesjid sebagai jalan pintas, maka tidak makruh dan tidak pula khilaf aula. 

Imam Nawawi, Raudhah ath-Thalibin Jld I. (Beirut; Dar Kutub Ilmiyah).h. 248

يحرمعلىالحائضمايحرمعلىالجنب،ولايجبعليهاقضاءالصلاة. ولوأرادتالعبورفيالمسجد،فإنخافتتلويثهلعدمإحكامهاالشد،أولغلبةالدم،حرمالعبورعليها،ولايختصهذابها،بلالمستحاضة،والسلس،ومنبهجراحةنضاخة،يحرمعليهمالعبورإذاخافواالتلويث. فإنأمنتالحائضالتلويث،جازالعبورعلىالصحيح،كالجنبومنعليهنجاسةلايخافتلويثها
Artinya; Haram bagi wanita berhaidh semua yang diharamkan terhadap orang yang berjunub, dan tidak wajib baginya (wanita berhaidh) mengkadha shalatnya. Jika ia berencana melewati mesjid, maka jika ditakutkan mengotori mesjid, karena tidak kuat ikatannya atau banyak darah, maka haram lalu dalam mesjid. Hukum ini tidak hanya khusus dengan wanita berhaidh tetapi wanita mustahadhah, orang yang salils baul dan orang yang mengalir (darah) juga haram bagi mereka melewati mesjid apabila ditakutkan mengotori mesjid. Maka jika aman dari mengotori mesjid, bolehlah melewatinya berdasarkan pendapat yang shahih, sama seperti orang berjunub dan orang yang bernajis yang tidak ditakutkan mengotori mesjid.

Zakaria Al-Ansari, Syarqawi ‘ala Al-Tahrir, Jld I. (Jeddah:Haramain).h.88.

(ولبثمسلمبمسجدلاعبوره( قالتعالىلاتقربواالصلاةأيمواضعهاوأنتمسكارىحتىتعلمواماتقولونولاجنباالاعابرىسبيلحتىتغتسلوانعميجوزلبسهفيهلضرورةكأننامفيهفاحتلموتعذرخروجهلخوفمنعسسونحوهلكنيلزمهالتيمم.
(قولهلاعبوره)أيفلايحرمثمانكانلهغرضصحيحكقربطريقفلاكراهةأيضاولاخلافالاولىوالافهوخلافالاولىبخلافالحائضاذاأمنتالتلويثفانعبورهامكروه

Imam Nawawi, Majmu’ Syarh Al-Muhazzab, Jld.III, (Beirut: Darul Kutub.1971). h.293-294.

قالأصحابنايتعلقبالحيضأحكام (التاسع) يحرممسالمصحفوحملهوقراءةالقرآنوالمكثفيالمسجدوكذاالعبورعلىأحدالوجهين
ومعظمهذهالأحكاممجمععليهقالأصحابنافإذاطهرتمنالحيضارتفعمنهذهالأمورالمحرمةتحريمالصوموالطلاقوالظهاروارتفعأيضاتحريمالعبورفيالمسجدعلىالأصحإذاقلنابتحريمهفيزمنالحيضوقدسبقحكايةوجهعنحكايةصاحبالحاويوإمامالحرمينأنالعبوريبقىتحريمهحتيتغتسلوليسبشئ

Imam Nawawi, Majmuk Syarh Muhazzab, Jld III Hal, 101-102 Dar Kutub Ilmiyah thn 2007
(فرع)
فيمذاهبالعلماءفيمكثالجنبفيالمسجدوعبورهفيهبلامكث: مذهبناانهيحرمعليهالمكث
فيالمسجدجالساأوقائماأومتردداأوعلىأيحالكانمتوضأكانأوغيرهويجوزلهالعبورمنغيرلبثسواءكانلهحاجةأملاوحكيابنالمنذرمثلهذاعنعبداللهابنمسعودوابنعباسوسعيدبنالمسيبوالحسنالبصريوسعيدبنجبيروعمروبندينارومالكوحكيعنسفيانالثوريوأبيحنيفةوأصحابهواسحاقابنراهويهأنهلايجوزلهالعبورالاانلايجدبدامنهفيتوضأثميمروقالاحمديحرمالمكثويباحالعبورلحاجةولايباحلغيرحاجةقالولوتوضأاستباحالمكث: وجمهورالعلماءعليانالوضوءلاأثرلهفيهذاوقالالمزنيوداودوابنالمنذريجوزللجنبالمكثفيالمسجدمطلقاوحكاهالشيخأبوحامدعنزيدبناسلم
واحتجأصحابنابقولاللهتعالى (لاتقربواالصلاةوأنتمسكارىحتىتعلمواماتقولونولاجنباإلاعابرىسبيل) قالالشافعيرحمهاللهفيالامقالبعضالعلماءبالقرآنمعناهالاتقربوامواضعالصلاةقالالشافعيومااشبهماقالبماقاللانهليسفيالصلاةعبورسبيلانماعبورالسبيلفيموضعهاوهوالمسجدقالالخطابيوعلىماتأولهاالشافعيتأولهاأبوعبيدةمعمربنالمثنيقالالبيهقىفيمعرفةالسننوالآثار

Imam Ramli, Nihayah Muhtaj, Jld I, (Beirut: Darul Kutub Ilmiah).h.327-328
ثمشرعفيأحكامالحيضفقال (ويحرمبه) أيبالحيض (مايحرمبالجنابة) منصلاةوغيرهالكونهأغلظمنهابدليلأنهيحرمبهأمورزيادةعلىمايحرمبهاكماأشارإليهبقوله (وعبورالمسجدإنخافتتلويثهصيانةلهعنتلويثهبالنجاسة،فإنأمنتتلويثهجازلهاالعبورمعالكراهة) كمافيالمجموعومحلهاعندانتفاءحاجةعبورهاولايختصماذكرهبها،فمنبهحدثدائمكمستحاضةوسلسبولومنبهجراحةنضاخةبالدمأوكانمنتعلابنعلبهنجاسةرطبةوخشيتلويثالمسجدبشيءمنذلك

Prof. Dr. Wahbah Zuhaili, Fiqh Islamiyah wa adillatuh, Jld.I. (Darul Fikri, 1997).h 267.

- دخولالمسجد،واللبثوالاعتكاففيه،ولوبوضوء،لقولهصلّىاللهعليهوسلملاأحلالمسجدلحائضولاجنب.
وأجازالشافعيةوالحنابلةللحائضوالنفساءالعبورفيالمسجدإنأمنتتلويثه،لأنهيحرمتلويثالمسجدبالنجاسةوغيرهامنالأقذاربسببالمكثفيه،ولماروتعائشةرضياللهعنهاقالت: قالليرسولاللهصلّىاللهعليهوسلم : «ناولينيالخُمْرةمنالمسجد»فقلت: «إنيحائض»فقال: «إنحيضتكليستفييدك»وعنميمونةرضياللهعنهاقالت: «تقومإحدانابالخُمْرةإلىالمسجد،فتبسُطُهاوهيحائض»هذا .. وأباحالحنابلةأيضاًللحائضالمكثفيالمسجدبوضوءبعدانقطاعالدم،لانتفاءالمحذوروهوخشيةتلويثالمسجد.
Abu mu’adz Muhammad Abdulhayyi ‘awinah, Basthu Athfal fi ma kalami a’la al-Haizi min Af’al, hal. 66, al-Thaba’atul ula, 2010.

قدذكرناأنهلاخلافبينعلماءالمذاهبالأربعةفىحرمةمكثالحائضفىالمسجد, وإنماالخلافبينهمفىجوازالمرورمنغيرمكث, أماالقولبحللبثالحائضأوالجنبفىالمسجدفقدقالبهنفرقليلمنأهلالعلم, ولميأخذبهأحدممنجاءبعدهم, ولمينتشرقولهم, بلأجابعنهالعلماءوضعفواهذاالقول, إلىأنجاءعصرنا, فأخرجوالناهذاالقولوحاولواإيقاظهأوبعثهبعدموته

Tidak ada komentar: